MISTERI RUMAH
HANTU
Aku
Gilang, seorang anak lelaki bungsu dari tiga bersaudara. Rumahku terletak di
ujung kompleks perumahan, bercat warna hijau dengan halaman dihiasi berbagai
macam bunga. Masuk kedalam rumah dihiasi dengan pemandangan ruang tamu dengan
miniatur yang cantik. Sofa berwarna biru, balutan cat dinding berwarna merah
jambu menambah kesejukan rumahku. Ketika masuk keruang tengah ada ruangan
keluarga tempat aku, kakak, abang dan orangtuaku berkumpul untuk menonton televisi.
Masuk lagi kedalam ada dapur tempat si mbok yang bekerja bantu-bantu dirumah
dan ibuku untuk memasak yaitu dapur. Dibawah tangga ada kamar untuk si mbok
yang juga sederhana tapi indah. Naik ke atas yang pertama dapat adalah kamarku.
Kamar yang indah, sejuk dan sangat menarik. Dikamarku juga terpampang besar
poster detective conan yang sangat kukagumi dan pastinya ada satu rak buku yang
semuanya adalah komik detective conan. Didepan kamarku ada kamar kakak yang saat
ini kuliah di Fakultas Kedokteran UI. Kamar itu bercat warna merah jambu
lembut, dengan sprei bergambar Barbie dan gorden berwarna hijau muda menambah
kesejukan kamar kakakku. Sampai saat ini kamar kakakku itu tetap rapi dan awet
karena kakakku jarang pulang kerumah dan kamarnya jarang ditempati. Disamping
kamar kakakku ada kamar abangku yang didalamnya banyak poster band rock. Dia
memang menyukai band rock dan saat ini dia kuliah di Fakultas Teknik USU
sehingga saat ini yang tinggal dirumah adalah aku dan kedua orangtuaku karena
kakak dan abangku sedang kuliah dan pulang jika libur saja.
Ayahku
adalah seorang pengusaha dan ibuku adalah seorang guru di sebuah sekolah swasta.
Aku memiliki empat orang sahabat dan kami menamai persahabatan kami Conan Friendship.
Maklumlah kami berlima, aku dan keempat sahabatku adalah pecinta detective
Conan. Kami sangat mengaguminya melalui kehebatan Conan dalam mencari penjahat,
mencari hal-hal yang orang susah temukan yang pastinya dengan keahlian
detektivnya. Sahabat ku yang pertama adalah Agung, seorang yang berperawakan
tinggi dan tegap dan dia terkenal dengan ketegasannya. Diantara kami semua
umurnyalah yang paling tua. Dia kelas dua SMP. Yang kedua yaitu Dika yang
berperawakan lembut dan perasa, dia juga manja dan kemanapun juga selalu
membawa perlengkapan layaknya seorang yang ingin pergi camping. Dika datang
dari keluarga yang mapan dan berkecukupan dan diantara kami dalam hal membeli
komik Conan dialah orang yang pertama. Dika juga adalah anak satu-satunya. Ayahnya
adalah seorang pengusaha dan ibunya seorang dokter. Yang ketiga adalah Arjuno,
yang berdarah Betawi. Perawakannya gagah dan berani berhubung dia diajari oleh
ayahnya pencak silat. Kampungnya bersebelahan dengan kompleks kami. Setiap kami
akan pergi kemanapun dia selalu menyarungkan sarung andalnnya di punggungnya.
Yang keempat adalah Gina, seorang perempuan Batak yang memiliki suara besar
dengan rambut keriting dan perawakan yang gagah dan tegap. Gina adalah orang
yang tidak pernah nyambung dengan Dika. Maklumlah Dika adalah lelaki yang
bersikap perempuan dan Gina adalah perempuan yang bersikap lelaki.
Pagi
ini si mbok membanguniku dari tidurku yang panjang. Aku melihat jam sudah pukul
6. Mbok kenapa baru membanguniku jam segini ??? ya ampun den, dari jam tengah 6
tadi si mbok membanguni tapi ndak bangun-bangun. Makanya si mbok datang lagi
karena den ngak menampakkan diri dari tadi jawab si mbok dengan logat Jawanya
yang kental memulai pagiku yang indah. Dengan segera aku bergegas mandi dan memakai
baju. Jam segini ibu dan ayah sudah pergi bekerja karena kalau tidak mereka
akan terjebak dalam kemacetan kota Jakarta. Setelah aku siap beres-beres aku
memakan nasi goreng andalan si mbok yang rasanya tidak pernah lepas dari
lidahku karena hampir setiap hari aku menikmatinya. “Mbok aku pergi dulu ya”
kataku sambil mengayuh sepedaku menuju sekolah. Sekolahku ada didepan kompleks
kami dan bisa ditempuh dengan menggunakan sepeda. Sampai disekolah aku bertemu
dengan sahabat-sahabatku dan kami akan membahas mengenai tokoh favorit kami
detective Conan. Namun yang belum muncul dari tadi adalah Arjuno. Maklum dia
harus mengantar ibunya kepasar berjualan sayur agar bisa datang kesekolah dan
ia beberapa kali harus terlambat karena jarak yang lumayan jauh untuk
ditempuhnya.
Sepulang
sekolah kami berlima berkumpul didepan gerbang sekolah dan berjanji pada sore
hari akan berkumpul dirumah pohon yang merupakan markas besar kami. Kami pulang
kerumah dengan harapan sore cepat datang dengan segera dan kami dapat berkumpul
untuk memulai sebuah misi. Kami berangkat bersama dari sekolah dan yang sampai
lebih dahulu adalah Agung dan Gina yang kebetulan rumahnya di simpang kompleks,
Arjuno berbeda simpang dengan kami karena rumahnya ada di perkampungan sebelah
kompleks kami, aku dan Dika mengayuh sepeda terus karena rumah kami memang
berada diujung kompleks.
Ketika
aku dan Dika mengayuh sepeda pulang kerumah, diperjalanan kami melihat seorang
yang belum pernah kami lihat sebelumnya. Naluri detektifku berjalan dan aku
mengajak Dika mendekat sambil mengintip dari kejauhan untuk melihat sosok yang
mencurigakan itu namun si Dika penakut. Ayolah Gilang… aku takut, mungkin dia
penculik anak-anak nanti kita diculik Gilang katanya padaku dengan nada
ketakutan. Tetapi perkataannya tadi tidak membuat keinginanku untuk melihat
sosok mencurigakan itu surut. Aku memaksanya melihat dari kejauhan. Tampak seorang
sosok yang mencurigakan yaitu seorang kakek yang sudah tua, memakai baju hitam
dari atas sampai ke bawah, gelang-gelang hitam, cincin hitam dan juga wajah
yang tak kala hitam. Selain itu sosok mencurigakan itu memiliki sebelah kaki
yang puntung. Tampak juga bahwa dia sepertinya sedang menggerakkan tiga orang anak
buahnya untuk mengangkat barang dari sebuah truk kesebuah rumah yang berada
ditengah komplek kami. Tampaknya ia akan menetap dirumah itu.
“Rumah Hantu” begitulah anggapan kami
terhadap rumah yang berada ditengah-tengah komplek itu. Rumah itu sudah lama
tidak dihuni. Penampilan rumah itu sangat seram dan jendela serta pintunya juga
sudah mulai hancur dimakan rayap. Ketika angin bertiup maka berdecitlah jendela
rumah dan pintu rumah tersebut sehingga orang yang mendengar merinding
ketakutan. Pohon beringin besar yang ada didepan rumah itu menambah keseraman
rumah tersebut. Rumah tersebut sudah lama tak berpenghuni dan dahulu jika ada
anak-anak yang nakal akan diancam oleh orangtuanya dimasukkan kerumah hantu
tersebut. Maka anak-anak semakin takut jika melihat rumah itu. Aku sendiri
tidak pernah berani menatap rumah itu lama-lama dan ketika aku bersepeda dari
depannya aku selalu mengalihkan pandanganku agar tidak melihat rumah itu. Kami
satu komplek tidak tahu pasti mengapa rumah itu seperti sekarang ini. Banyak
cerita yang tidak tepat memberikan keterangan tentang rumah itu namun yang
kutahu rumah itu sudah lama tidak terawatt dan keadaannya menjadi seperti saat
ini.
“Hoiii… siapa itu woiii….” Lama kami
berdua memandang kakek tua yang berpakaian serba hitam itu membuatnya meneriaki
kami berdua. Dan karena takut kami berdua mengayuh sepeda dengan sangat cepat
meninggalkan si kakek yang tiada hentinya meneriaki kami. “ Sudah kukatakan kan
Gilang ayo kita pulang tapi kamu tetap melihat kakek itu, aku takut Gilang”
Kata Dika yang ngosngosan sambil ketakutan karena kami mengayuh sepeda secepat
mungkin untuk meninggalkan kakek tua itu.
Dengan secepat angin, Dika sudah sampai
dirumahnya karena rumahnya hanya selang beberapa rumah saja dari rumah hantu
itu dan aku juga mengayuh sepeda secepat mungkin dan akhirnya sampai kerumah. Sampai
dirumah aku bertanya-tanya “siapa sebenarnya orang tua itu, kenapa semua yang
dipakainya serba hitam ?? ”. Kusimpan semua pertanyaanku didalam hati dan aku
berencana untuk memberitahunya kepada Conan Friendship nanti berhubung kami juga
akan berkumpul di markas sore nanti.
Sore hari tiba, aku baru saja sampai dan
ternyata Dika, Gina, Arjuno dan Agung sudah sampai lebih dahulu dan kulihat
markas kami yang tepat berada di atas pohon sudah rapi dan bersih. Ternyata
mereka berempat sudah membersihkannya dan aku hanya tinggal sebagai raja, duduk
tenang dan rapi. “hi…hi..hi..” tawaku membuat mereka berempat berkomentar dan
mengejekku yang datang terlambat. “Maklumlah aku ketiduran tadi, si mbok saja
sudah lelah membanguniku ” kataku dengan rasa bersalah dan mereka selalu saja
memahamiku dan tertawa balik melihat wajahku yang memiliki wajah bersalah itu
dan aku jadi ikut tertawa kembali.
Belum selesai kami tertawa, Dika sudah
memulai percakapan. “Tadi ketika aku dan Gilang pulang sekolah, kami menjumpai
kakek tua yang memakai pakaian serba hitam dirumah hantu itu.. ihhh… seram
banget tau”. Kata Dika memulai
percakapan dan aku hanya diam saja karena dia sudah bercerita nyerocos layaknya
kami semua pendengar sejatinya. Agung kemudian bertanya “dirumah yang sering
dibilang rumah hantu itu maksudmu ??? ah.. masa?? Bukannya selama ini gak ada
yang berani masuk kesana ?? melihatnya saja sudah seram apalagi masuk dan
tinggal didalamnya”. “ Aku saja takut, tadi aku dan Gilang dibentak karena
melihat dia. Semua yang dipakainya serba hitam, kakinya buntung lagi sebelah,
mungkin dia itu dukun ” kata Dika si penakut dan memang diantara kami semua
dialah yang paling takut dan manja. “ ahh.. kamu Dika, masa kakek gitu aja
takut.. kamu memang berlebihan penakutnya kayak anak bayi aja, manja kamu ”
sahut Gina yang memang tidak pernah nyambung dengan Dika. Maklumlah perempuan
tomboy dan lelaki manja kan susah bertemu tapi kami selalu melerai mereka agar
pertengkaran tidak semakin hebat. “ sudah..sudah” kata Arjuno melerai. “ masa
dukun sih.. selama ini gak ada yang berani masuk kesana. Lagipun kita kan
pecinta Conan. Conan tidak mengenal dukun”.
Kami tertarik dengan perkataan Arjuno.
Benar Conan tidak mengenal dukun ataupun menyelesaikan persoalan dengan dukun. Tapi
itu siapa lelaki tua, berpakaian serba hitam, seram, assesoriesnya juga hitam.
Kami menjadi penasaran dan kami berencana untuk mencari tahu. Kami akan memulai
penyelidikan kami terhadap si kakek tua yang ada dirumah hantu itu berhubung
dengan sosoknya yang menyeramkan, kehadirannya seolah-olah akan tinggal dirumah
hantu itu dan kamipun penasaran kenapa dia membentak aku dan Dika padahal kami
hanya melihat dia saja. Sungguh mencurigakan. Setelah siap berdiskusi kamipun
mengumpulkan beberapa kecurigaan kami terhadapnya dan kami telah mengantongi
sesuatu yang akan kami selidiki. Sore sudah mulai menunjukkan keagungannya dan
kamipun pulang kerumah kami masing-masing dengan membawa tanda tanya besar di
hati kami. Aku dan Dika kembali pulang melewati rumah hantu itu dan kami
mengayuh sepeda secepat mungkin agar dengan segera lalu dari depan rumah itu.
Ternyata tidak hanya kami Conan
Friendship yang merasakan keganjilan rumah hantu itu. Mbok marni pembantu
tetangga sebelah terkena imbas dari rumah hantu itu. Malam itu mbok marni ingin
membeli anti nyamuk ke warung pak ujang dan untuk sampai kerumah pak ujang
harus melewati rumah hantu itu. Sebenarnya katanya mbok marni sudah tidak mau
pergi karena mendengar bahwa sudah ada penghuni rumah itu tapi dengan terpaksa
dia harus pergi. Malam itu tepat jam sebelas malam dan ketika sedang berjalan, dari
kejauhan mbok Marni sudah mencium bau kemenyan dari rumah itu, dia berjalan
dengan cepat karena ketakutan dan tepat dari depan rumah itu, terbang sekelibat
bayangan putih dan ada suara menyeramkan terdengar dari dalam rumah itu. Mbok
Marni yang ketakutan langsung saja pingsan dan orang-orang yang mencari
menemukannya tidak jauh dari rumah hantu itu. Beberapa malam kemudian kejadian
mengenai hantu seperti pocong, bayangan putih, bau kemenyan, suara-suara aneh
sering terdengar dari rumah hantu itu. Kami penduduk komplek sangat ketakutan
karena sudah banyak yang menjumpai hal-hal yang ganjil dari rumah hantu itu.
Jam Sembilan malam rumah sudah ditutup dan penghuni rumah di komplek sudah
tidur jam sembilan karena takut akan rumah hantu itu. Selain itu tidak ada lagi
yang berani keluar dari rumah jam sepuluh malam dan peronda komplek juga tidak
berani lagi meronda diatas jam sepuluh malam.
Belum lagi siap perihal rumah hantu,
beberapa minggu kemudian terdengarlah berita kehilangan. Yang jadi korban
adalah bapak ucup yang berada satu komplek denganku. Sepeda motornya dua buah
raib diambil maling, selain itu bapak ujang sepeda motor, radio dan televisinya
juga raib diambil maling. Keesokan harinya dari komplek sebelah rumahku 2
televisi, 1 mobil dan beberapa kereta mereka juga diambil oleh maling. Sekali
dua hari selalu ada peristiwa pencurian diantara komplekku dan beberapa komplek
didekat rumahku. Oleh karena peristiwa pencurian yang sudah kian marak itu maka
ketua RW kami mengadakan pertemuan di balai komplek. Kami Conan Friendship juga
tidak kalah ketinggalan untuk membahasnya dan kemudian memutuskan untuk
berkumpul kembali membahas perihal pencurian yang sangat ganjil itu. Di markas
kami, kami kemudian berdiskusi. Siapa kira-kira ya yang melakukan pencurian itu
?? “bagaimana mungkin komplek yang berdampingan bisa terkena pencurian.. aku
gak habis pikir” kata Agung memulai percakapan. “aku juga bingung, selama ini
komplek kita kan aman-aman saja” sahut Gina. Kami kemudian terdiam sejenak.
“Tapi entah kenapa aku teringat dengan rumah hantu itu. Kakek yang kemarin kami
lihat itu. Kalian merasa ada yang aneh ngak ???” kataku dengan nada seperti seorang detektif.
“Iya ya… aku baru terpikir kesana..
sewaktu kakek tua itu belum datang komplek kita kan aman-aman saja, tapi
setelah dia datang banyak peristiwa pencurian. Mungkin dialah pencuri itu atau
bahkan dia juga dukun” sahut Dika. “husshhh… kamu ini, tidak boleh menuduh
tanpa ada bukti” timpal Arjuno menjawab kata-kata Dika. “ ya sudah… kita kan Conan
Friendship, tidak boleh bertengkar. Conan tidak pernah mengenal dukun, jadi
sekarang kita harus memulai penyelidikan agar kita tidak menyangka-nyangka”
jawabku dengan tersenyum. “oke, baiklah sekarang kita menyusun rencana.. kita
harus melakukan penyelidikan besok malam karena semakin cepat kita menyelidiki akan
semakin cepat pula kita mendapat hasilnya dan pasti Conan akan senang melihat
kita karena kita berencana untuk menumpas pencuri” kata Agung dengan semangat. “Baiklah,
kita berkumpul besok jam 7 malam disini
dengan membawa perlengkapan masing-masing. Setuju semua ??” kata Arjuno. Semua
pun setuju dengan saran Arjuno dan akhirnya kamipun pulang kerumah dengan
mengantongi sebuah kasus dan yang dicurigai juga membawa harapan kami menemukan
si pencuri yang telah meresahkan kami di komplek. Sepulang dari sana, aku dan Dika
tidak langsung pulang kerumah tetapi kami pergi ke balai komplek untuk melihat
bagaimana hasil rapat warga komplek. Ternyata balai komplek ramai dan rapat
dalam suasana panas karena si kakek tua mengikuti rapat komplek. Semua warga
komplek telah menuduh kakek tua itu. Dia tampak sangat sedih dan dia terbebas dari
amukan warga yang menyangka bahwa ia adalah pelaku pencurian dan penampakan
yang sering terjadi dirumah tua itu dan akhirnya ia selamat karena diselamatkan
oleh ketua RW komplek. Rapat akan dilanjutkan keesokan harinya karena masalah
belum kunjung selesai.
Tepat jam 7 malam keesokan harinya, kami
sudah berkumpul di markas, tepatnya rumah pohon kami. Dika membawa 3
walky-talky nya dan membagikan kepadaku satu, kepada Agung satu dan kepada
Arjuno satu buah. Kami menyusun rencana. Kelompok pertama yaitu aku, Dika dan Gina.
Semula Gina dan Dika tidak setuju bahwa mereka dibuat dalam satu kelompok
karena mereka memang tidak pernah nyambung. Agung pergi ke balai komplek untuk
mengecek keadaan rapat yang diadakan hari itu juga dan menjadi pertolongan
apabila kami tertangkap oleh kakek tua itu. Arjuno juga dengan kami tetapi dia
akan masuk di strategi kedua dan seluruh strategi telah kami susun dengan baik.
Kami mulai berjalan kerumah hantu itu. Kami memang sedikit merinding tetapi karena
darah semangat Conan yang menumpas kejahatan telah ada didarah kami maka kami
menjadi berani. Kami mengendap-endap dibawah pohon beringin di depan rumah tua
itu bau kemenyan sangat jelas di hidung kami dan kami semakin takut. Kami akan
masuk ke strategi pertama dengan memantau keadaan diluar. Tapi malang kucing
kesayangan Dika lepas dan masuk kedalam rumah tua itu. Dika menangis mengajak
kami untuk masuk karena dia sangat menyayangi kucingnya itu maklumlah, si Dika
kan manja. Kamipun masuk kedalam rumah dengan menggagalkan strategi pertama.
Dirumah, semua terasa berbeda. Suasana
yang kami bayangkan ternyata salah. Dalam rumah itu rapi dan tidak ada
benda-benda misterius. Kami kemudian berjalan kearah belakang rumah karena kami
mendengar suara kucing Dika ada dibelakang rumah. Kami berjalan dan seketika
kami terperanjat. Dibelakang rumah tua ternyata ada rumah lain yang terpisah
dari rumah tua yang kami curigai selama ini dan tanpa kami tahu ternyata Arjuno
telah disana mengatur strategi. Ternyata saking sibuknya kami, kami sampai
tidak mendengar bahwa Arjuno dari tadi memanggil kami lewat walky-talky milik
kami dan ternyata Agung yang berada dibalai komplek sudah mendapat informasi
mengenai rumah itu. Kami langsung mengatur strategi. Aku dan Gina memasang kain
panjang didepan pintu rumah itu, Arjuno memegang tali dan batu, sedangkan si
Dika memegang bubuk cabai yang telah dia haluskan. Ternyata tidak sia-sia si
Dika membawa perengkapan yang aneh itu.
Aku kemudian memasang suara aneh dari
radio kecil yang juga dibawa si Dika. Orang yang ada dirumah itu langsung
terperenjat dan bergerak keluar. Aku dan Gina kemudian mengangkat kain panjang,
si Dika menyiram bubuk cabai ke mata mereka dan Arjuno dengan segera mengikat
mereka dengan tali. Dengan segera
mungkin kami memberikan informasi lewat walky talkie kepada Agung yang
berada di balai komplek dan dengan segera para warga datang dan membawa mereka
yang telah kami tangkap. Mereka berjumlah tiga orang dan didalam rumah itu kami
menemukan semua barang yang selama ini hilang dan ada satu buah truk yang
ternyata mereka lakukan untuk melancarkan aksi mereka. Suara-suara aneh yang
selama ini kami dengar dari rumah itu ternyata merupakan rekaman suara di radio
yang kami dapat dirumah tempat mereka bersembunyi dan alat-alat untuk bau
kemenyan dan lainnya juga terdapat dirumah itu. Kakek tua yang kami sangka
sebagai dukun dan pencuri ternyata hanyalah sebuah kambing hitam yang digunakan
untuk mengelabuhi warga. Dia hanya dimanfaatkan oleh pencuri yang hanya ingin
mencuri barang dari komplek kami saja. Setelah kejadian itu kami anak-anak
komplek dan sebelah komplek kami menjadi sering berkumpul dirumah yang kami
aggap rumah berhantu itu. Pohon besar di depan rumah akhirnya ditebang agar tidak
ada kesan angker lagi. Pintu dan jendela rumah diperbaiki serta semak belukar
disamping rumah itu juga telah dibersihkan. Didalam rumah itu terdapat ruangan
yang didalamnya sangat banyak buku dan kakek itu sering membacakannya untuk
kami.
Ternyata dia hanya seorang kakek tua
yang tidak memiliki keluarga lagi. Dia ikut dengan para pencuri itu karena
dipaksa dan jika tidak mau dia akan dihabisi. Kakinya yang puntung ternyata
berawal dari sebuah kecelakaan yang menimpa dirinya dan keluarganya beberapa
waktu lalu yang membuat dia harus kehilangan semua anggota keluarganya.
Sekarang dia menjadi kakek komplek kami. Dia tidak mudah marah namun ramah
terhadap kami dan memperlakukan kami dengan baik. Akhirnya kami Conan
friendship berhasil menumpas satu kejahatan.