Selasa, 27 November 2018

Cerpen Misteri


MISTERI RUMAH HANTU

            Aku Gilang, seorang anak lelaki bungsu dari tiga bersaudara. Rumahku terletak di ujung kompleks perumahan, bercat warna hijau dengan halaman dihiasi berbagai macam bunga. Masuk kedalam rumah dihiasi dengan pemandangan ruang tamu dengan miniatur yang cantik. Sofa berwarna biru, balutan cat dinding berwarna merah jambu menambah kesejukan rumahku. Ketika masuk keruang tengah ada ruangan keluarga tempat aku, kakak, abang dan orangtuaku berkumpul untuk menonton televisi. Masuk lagi kedalam ada dapur tempat si mbok yang bekerja bantu-bantu dirumah dan ibuku untuk memasak yaitu dapur. Dibawah tangga ada kamar untuk si mbok yang juga sederhana tapi indah. Naik ke atas yang pertama dapat adalah kamarku. Kamar yang indah, sejuk dan sangat menarik. Dikamarku juga terpampang besar poster detective conan yang sangat kukagumi dan pastinya ada satu rak buku yang semuanya adalah komik detective conan. Didepan kamarku ada kamar kakak yang saat ini kuliah di Fakultas Kedokteran UI. Kamar itu bercat warna merah jambu lembut, dengan sprei bergambar Barbie dan gorden berwarna hijau muda menambah kesejukan kamar kakakku. Sampai saat ini kamar kakakku itu tetap rapi dan awet karena kakakku jarang pulang kerumah dan kamarnya jarang ditempati. Disamping kamar kakakku ada kamar abangku yang didalamnya banyak poster band rock. Dia memang menyukai band rock dan saat ini dia kuliah di Fakultas Teknik USU sehingga saat ini yang tinggal dirumah adalah aku dan kedua orangtuaku karena kakak dan abangku sedang kuliah dan pulang jika libur saja.
            Ayahku adalah seorang pengusaha dan ibuku adalah seorang guru di sebuah sekolah swasta. Aku memiliki empat orang sahabat dan kami menamai persahabatan kami Conan Friendship. Maklumlah kami berlima, aku dan keempat sahabatku adalah pecinta detective Conan. Kami sangat mengaguminya melalui kehebatan Conan dalam mencari penjahat, mencari hal-hal yang orang susah temukan yang pastinya dengan keahlian detektivnya. Sahabat ku yang pertama adalah Agung, seorang yang berperawakan tinggi dan tegap dan dia terkenal dengan ketegasannya. Diantara kami semua umurnyalah yang paling tua. Dia kelas dua SMP. Yang kedua yaitu Dika yang berperawakan lembut dan perasa, dia juga manja dan kemanapun juga selalu membawa perlengkapan layaknya seorang yang ingin pergi camping. Dika datang dari keluarga yang mapan dan berkecukupan dan diantara kami dalam hal membeli komik Conan dialah orang yang pertama. Dika juga adalah anak satu-satunya. Ayahnya adalah seorang pengusaha dan ibunya seorang dokter. Yang ketiga adalah Arjuno, yang berdarah Betawi. Perawakannya gagah dan berani berhubung dia diajari oleh ayahnya pencak silat. Kampungnya bersebelahan dengan kompleks kami. Setiap kami akan pergi kemanapun dia selalu menyarungkan sarung andalnnya di punggungnya. Yang keempat adalah Gina, seorang perempuan Batak yang memiliki suara besar dengan rambut keriting dan perawakan yang gagah dan tegap. Gina adalah orang yang tidak pernah nyambung dengan Dika. Maklumlah Dika adalah lelaki yang bersikap perempuan dan Gina adalah perempuan yang bersikap lelaki.
            Pagi ini si mbok membanguniku dari tidurku yang panjang. Aku melihat jam sudah pukul 6. Mbok kenapa baru membanguniku jam segini ??? ya ampun den, dari jam tengah 6 tadi si mbok membanguni tapi ndak bangun-bangun. Makanya si mbok datang lagi karena den ngak menampakkan diri dari tadi jawab si mbok dengan logat Jawanya yang kental memulai pagiku yang indah. Dengan segera aku bergegas mandi dan memakai baju. Jam segini ibu dan ayah sudah pergi bekerja karena kalau tidak mereka akan terjebak dalam kemacetan kota Jakarta. Setelah aku siap beres-beres aku memakan nasi goreng andalan si mbok yang rasanya tidak pernah lepas dari lidahku karena hampir setiap hari aku menikmatinya. “Mbok aku pergi dulu ya” kataku sambil mengayuh sepedaku menuju sekolah. Sekolahku ada didepan kompleks kami dan bisa ditempuh dengan menggunakan sepeda. Sampai disekolah aku bertemu dengan sahabat-sahabatku dan kami akan membahas mengenai tokoh favorit kami detective Conan. Namun yang belum muncul dari tadi adalah Arjuno. Maklum dia harus mengantar ibunya kepasar berjualan sayur agar bisa datang kesekolah dan ia beberapa kali harus terlambat karena jarak yang lumayan jauh untuk ditempuhnya.
            Sepulang sekolah kami berlima berkumpul didepan gerbang sekolah dan berjanji pada sore hari akan berkumpul dirumah pohon yang merupakan markas besar kami. Kami pulang kerumah dengan harapan sore cepat datang dengan segera dan kami dapat berkumpul untuk memulai sebuah misi. Kami berangkat bersama dari sekolah dan yang sampai lebih dahulu adalah Agung dan Gina yang kebetulan rumahnya di simpang kompleks, Arjuno berbeda simpang dengan kami karena rumahnya ada di perkampungan sebelah kompleks kami, aku dan Dika mengayuh sepeda terus karena rumah kami memang berada diujung kompleks.
            Ketika aku dan Dika mengayuh sepeda pulang kerumah, diperjalanan kami melihat seorang yang belum pernah kami lihat sebelumnya. Naluri detektifku berjalan dan aku mengajak Dika mendekat sambil mengintip dari kejauhan untuk melihat sosok yang mencurigakan itu namun si Dika penakut. Ayolah Gilang… aku takut, mungkin dia penculik anak-anak nanti kita diculik Gilang katanya padaku dengan nada ketakutan. Tetapi perkataannya tadi tidak membuat keinginanku untuk melihat sosok mencurigakan itu surut. Aku memaksanya melihat dari kejauhan. Tampak seorang sosok yang mencurigakan yaitu seorang kakek yang sudah tua, memakai baju hitam dari atas sampai ke bawah, gelang-gelang hitam, cincin hitam dan juga wajah yang tak kala hitam. Selain itu sosok mencurigakan itu memiliki sebelah kaki yang puntung. Tampak juga bahwa dia sepertinya sedang menggerakkan tiga orang anak buahnya untuk mengangkat barang dari sebuah truk kesebuah rumah yang berada ditengah komplek kami. Tampaknya ia akan menetap dirumah itu.  
“Rumah Hantu” begitulah anggapan kami terhadap rumah yang berada ditengah-tengah komplek itu. Rumah itu sudah lama tidak dihuni. Penampilan rumah itu sangat seram dan jendela serta pintunya juga sudah mulai hancur dimakan rayap. Ketika angin bertiup maka berdecitlah jendela rumah dan pintu rumah tersebut sehingga orang yang mendengar merinding ketakutan. Pohon beringin besar yang ada didepan rumah itu menambah keseraman rumah tersebut. Rumah tersebut sudah lama tak berpenghuni dan dahulu jika ada anak-anak yang nakal akan diancam oleh orangtuanya dimasukkan kerumah hantu tersebut. Maka anak-anak semakin takut jika melihat rumah itu. Aku sendiri tidak pernah berani menatap rumah itu lama-lama dan ketika aku bersepeda dari depannya aku selalu mengalihkan pandanganku agar tidak melihat rumah itu. Kami satu komplek tidak tahu pasti mengapa rumah itu seperti sekarang ini. Banyak cerita yang tidak tepat memberikan keterangan tentang rumah itu namun yang kutahu rumah itu sudah lama tidak terawatt dan keadaannya menjadi seperti saat ini.
“Hoiii… siapa itu woiii….” Lama kami berdua memandang kakek tua yang berpakaian serba hitam itu membuatnya meneriaki kami berdua. Dan karena takut kami berdua mengayuh sepeda dengan sangat cepat meninggalkan si kakek yang tiada hentinya meneriaki kami. “ Sudah kukatakan kan Gilang ayo kita pulang tapi kamu tetap melihat kakek itu, aku takut Gilang” Kata Dika yang ngosngosan sambil ketakutan karena kami mengayuh sepeda secepat mungkin untuk meninggalkan kakek tua itu.
Dengan secepat angin, Dika sudah sampai dirumahnya karena rumahnya hanya selang beberapa rumah saja dari rumah hantu itu dan aku juga mengayuh sepeda secepat mungkin dan akhirnya sampai kerumah. Sampai dirumah aku bertanya-tanya “siapa sebenarnya orang tua itu, kenapa semua yang dipakainya serba hitam ?? ”. Kusimpan semua pertanyaanku didalam hati dan aku berencana untuk memberitahunya kepada Conan Friendship nanti berhubung kami juga akan berkumpul di markas sore nanti.
Sore hari tiba, aku baru saja sampai dan ternyata Dika, Gina, Arjuno dan Agung sudah sampai lebih dahulu dan kulihat markas kami yang tepat berada di atas pohon sudah rapi dan bersih. Ternyata mereka berempat sudah membersihkannya dan aku hanya tinggal sebagai raja, duduk tenang dan rapi. “hi…hi..hi..” tawaku membuat mereka berempat berkomentar dan mengejekku yang datang terlambat. “Maklumlah aku ketiduran tadi, si mbok saja sudah lelah membanguniku ” kataku dengan rasa bersalah dan mereka selalu saja memahamiku dan tertawa balik melihat wajahku yang memiliki wajah bersalah itu dan aku jadi ikut tertawa kembali.
Belum selesai kami tertawa, Dika sudah memulai percakapan. “Tadi ketika aku dan Gilang pulang sekolah, kami menjumpai kakek tua yang memakai pakaian serba hitam dirumah hantu itu.. ihhh… seram banget  tau”. Kata Dika memulai percakapan dan aku hanya diam saja karena dia sudah bercerita nyerocos layaknya kami semua pendengar sejatinya. Agung kemudian bertanya “dirumah yang sering dibilang rumah hantu itu maksudmu ??? ah.. masa?? Bukannya selama ini gak ada yang berani masuk kesana ?? melihatnya saja sudah seram apalagi masuk dan tinggal didalamnya”. “ Aku saja takut, tadi aku dan Gilang dibentak karena melihat dia. Semua yang dipakainya serba hitam, kakinya buntung lagi sebelah, mungkin dia itu dukun ” kata Dika si penakut dan memang diantara kami semua dialah yang paling takut dan manja. “ ahh.. kamu Dika, masa kakek gitu aja takut.. kamu memang berlebihan penakutnya kayak anak bayi aja, manja kamu ” sahut Gina yang memang tidak pernah nyambung dengan Dika. Maklumlah perempuan tomboy dan lelaki manja kan susah bertemu tapi kami selalu melerai mereka agar pertengkaran tidak semakin hebat. “ sudah..sudah” kata Arjuno melerai. “ masa dukun sih.. selama ini gak ada yang berani masuk kesana. Lagipun kita kan pecinta Conan. Conan tidak mengenal dukun”.
Kami tertarik dengan perkataan Arjuno. Benar Conan tidak mengenal dukun ataupun menyelesaikan persoalan dengan dukun. Tapi itu siapa lelaki tua, berpakaian serba hitam, seram, assesoriesnya juga hitam. Kami menjadi penasaran dan kami berencana untuk mencari tahu. Kami akan memulai penyelidikan kami terhadap si kakek tua yang ada dirumah hantu itu berhubung dengan sosoknya yang menyeramkan, kehadirannya seolah-olah akan tinggal dirumah hantu itu dan kamipun penasaran kenapa dia membentak aku dan Dika padahal kami hanya melihat dia saja. Sungguh mencurigakan. Setelah siap berdiskusi kamipun mengumpulkan beberapa kecurigaan kami terhadapnya dan kami telah mengantongi sesuatu yang akan kami selidiki. Sore sudah mulai menunjukkan keagungannya dan kamipun pulang kerumah kami masing-masing dengan membawa tanda tanya besar di hati kami. Aku dan Dika kembali pulang melewati rumah hantu itu dan kami mengayuh sepeda secepat mungkin agar dengan segera lalu dari depan rumah itu.
Ternyata tidak hanya kami Conan Friendship yang merasakan keganjilan rumah hantu itu. Mbok marni pembantu tetangga sebelah terkena imbas dari rumah hantu itu. Malam itu mbok marni ingin membeli anti nyamuk ke warung pak ujang dan untuk sampai kerumah pak ujang harus melewati rumah hantu itu. Sebenarnya katanya mbok marni sudah tidak mau pergi karena mendengar bahwa sudah ada penghuni rumah itu tapi dengan terpaksa dia harus pergi. Malam itu tepat jam sebelas malam dan ketika sedang berjalan, dari kejauhan mbok Marni sudah mencium bau kemenyan dari rumah itu, dia berjalan dengan cepat karena ketakutan dan tepat dari depan rumah itu, terbang sekelibat bayangan putih dan ada suara menyeramkan terdengar dari dalam rumah itu. Mbok Marni yang ketakutan langsung saja pingsan dan orang-orang yang mencari menemukannya tidak jauh dari rumah hantu itu. Beberapa malam kemudian kejadian mengenai hantu seperti pocong, bayangan putih, bau kemenyan, suara-suara aneh sering terdengar dari rumah hantu itu. Kami penduduk komplek sangat ketakutan karena sudah banyak yang menjumpai hal-hal yang ganjil dari rumah hantu itu. Jam Sembilan malam rumah sudah ditutup dan penghuni rumah di komplek sudah tidur jam sembilan karena takut akan rumah hantu itu. Selain itu tidak ada lagi yang berani keluar dari rumah jam sepuluh malam dan peronda komplek juga tidak berani lagi meronda diatas jam sepuluh malam.
Belum lagi siap perihal rumah hantu, beberapa minggu kemudian terdengarlah berita kehilangan. Yang jadi korban adalah bapak ucup yang berada satu komplek denganku. Sepeda motornya dua buah raib diambil maling, selain itu bapak ujang sepeda motor, radio dan televisinya juga raib diambil maling. Keesokan harinya dari komplek sebelah rumahku 2 televisi, 1 mobil dan beberapa kereta mereka juga diambil oleh maling. Sekali dua hari selalu ada peristiwa pencurian diantara komplekku dan beberapa komplek didekat rumahku. Oleh karena peristiwa pencurian yang sudah kian marak itu maka ketua RW kami mengadakan pertemuan di balai komplek. Kami Conan Friendship juga tidak kalah ketinggalan untuk membahasnya dan kemudian memutuskan untuk berkumpul kembali membahas perihal pencurian yang sangat ganjil itu. Di markas kami, kami kemudian berdiskusi. Siapa kira-kira ya yang melakukan pencurian itu ?? “bagaimana mungkin komplek yang berdampingan bisa terkena pencurian.. aku gak habis pikir” kata Agung memulai percakapan. “aku juga bingung, selama ini komplek kita kan aman-aman saja” sahut Gina. Kami kemudian terdiam sejenak. “Tapi entah kenapa aku teringat dengan rumah hantu itu. Kakek yang kemarin kami lihat itu. Kalian merasa ada yang aneh ngak ???”  kataku dengan nada seperti seorang detektif.
“Iya ya… aku baru terpikir kesana.. sewaktu kakek tua itu belum datang komplek kita kan aman-aman saja, tapi setelah dia datang banyak peristiwa pencurian. Mungkin dialah pencuri itu atau bahkan dia juga dukun” sahut Dika. “husshhh… kamu ini, tidak boleh menuduh tanpa ada bukti” timpal Arjuno menjawab kata-kata Dika. “ ya sudah… kita kan Conan Friendship, tidak boleh bertengkar. Conan tidak pernah mengenal dukun, jadi sekarang kita harus memulai penyelidikan agar kita tidak menyangka-nyangka” jawabku dengan tersenyum. “oke, baiklah sekarang kita menyusun rencana.. kita harus melakukan penyelidikan besok malam karena semakin cepat kita menyelidiki akan semakin cepat pula kita mendapat hasilnya dan pasti Conan akan senang melihat kita karena kita berencana untuk menumpas pencuri” kata Agung dengan semangat. “Baiklah, kita  berkumpul besok jam 7 malam disini dengan membawa perlengkapan masing-masing. Setuju semua ??” kata Arjuno. Semua pun setuju dengan saran Arjuno dan akhirnya kamipun pulang kerumah dengan mengantongi sebuah kasus dan yang dicurigai juga membawa harapan kami menemukan si pencuri yang telah meresahkan kami di komplek. Sepulang dari sana, aku dan Dika tidak langsung pulang kerumah tetapi kami pergi ke balai komplek untuk melihat bagaimana hasil rapat warga komplek. Ternyata balai komplek ramai dan rapat dalam suasana panas karena si kakek tua mengikuti rapat komplek. Semua warga komplek telah menuduh kakek tua itu. Dia tampak sangat sedih dan dia terbebas dari amukan warga yang menyangka bahwa ia adalah pelaku pencurian dan penampakan yang sering terjadi dirumah tua itu dan akhirnya ia selamat karena diselamatkan oleh ketua RW komplek. Rapat akan dilanjutkan keesokan harinya karena masalah belum kunjung selesai.
Tepat jam 7 malam keesokan harinya, kami sudah berkumpul di markas, tepatnya rumah pohon kami. Dika membawa 3 walky-talky nya dan membagikan kepadaku satu, kepada Agung satu dan kepada Arjuno satu buah. Kami menyusun rencana. Kelompok pertama yaitu aku, Dika dan Gina. Semula Gina dan Dika tidak setuju bahwa mereka dibuat dalam satu kelompok karena mereka memang tidak pernah nyambung. Agung pergi ke balai komplek untuk mengecek keadaan rapat yang diadakan hari itu juga dan menjadi pertolongan apabila kami tertangkap oleh kakek tua itu. Arjuno juga dengan kami tetapi dia akan masuk di strategi kedua dan seluruh strategi telah kami susun dengan baik. Kami mulai berjalan kerumah hantu itu. Kami memang sedikit merinding tetapi karena darah semangat Conan yang menumpas kejahatan telah ada didarah kami maka kami menjadi berani. Kami mengendap-endap dibawah pohon beringin di depan rumah tua itu bau kemenyan sangat jelas di hidung kami dan kami semakin takut. Kami akan masuk ke strategi pertama dengan memantau keadaan diluar. Tapi malang kucing kesayangan Dika lepas dan masuk kedalam rumah tua itu. Dika menangis mengajak kami untuk masuk karena dia sangat menyayangi kucingnya itu maklumlah, si Dika kan manja. Kamipun masuk kedalam rumah dengan menggagalkan strategi pertama.
Dirumah, semua terasa berbeda. Suasana yang kami bayangkan ternyata salah. Dalam rumah itu rapi dan tidak ada benda-benda misterius. Kami kemudian berjalan kearah belakang rumah karena kami mendengar suara kucing Dika ada dibelakang rumah. Kami berjalan dan seketika kami terperanjat. Dibelakang rumah tua ternyata ada rumah lain yang terpisah dari rumah tua yang kami curigai selama ini dan tanpa kami tahu ternyata Arjuno telah disana mengatur strategi. Ternyata saking sibuknya kami, kami sampai tidak mendengar bahwa Arjuno dari tadi memanggil kami lewat walky-talky milik kami dan ternyata Agung yang berada dibalai komplek sudah mendapat informasi mengenai rumah itu. Kami langsung mengatur strategi. Aku dan Gina memasang kain panjang didepan pintu rumah itu, Arjuno memegang tali dan batu, sedangkan si Dika memegang bubuk cabai yang telah dia haluskan. Ternyata tidak sia-sia si Dika membawa perengkapan yang aneh itu.
Aku kemudian memasang suara aneh dari radio kecil yang juga dibawa si Dika. Orang yang ada dirumah itu langsung terperenjat dan bergerak keluar. Aku dan Gina kemudian mengangkat kain panjang, si Dika menyiram bubuk cabai ke mata mereka dan Arjuno dengan segera mengikat mereka dengan tali. Dengan segera  mungkin kami memberikan informasi lewat walky talkie kepada Agung yang berada di balai komplek dan dengan segera para warga datang dan membawa mereka yang telah kami tangkap. Mereka berjumlah tiga orang dan didalam rumah itu kami menemukan semua barang yang selama ini hilang dan ada satu buah truk yang ternyata mereka lakukan untuk melancarkan aksi mereka. Suara-suara aneh yang selama ini kami dengar dari rumah itu ternyata merupakan rekaman suara di radio yang kami dapat dirumah tempat mereka bersembunyi dan alat-alat untuk bau kemenyan dan lainnya juga terdapat dirumah itu. Kakek tua yang kami sangka sebagai dukun dan pencuri ternyata hanyalah sebuah kambing hitam yang digunakan untuk mengelabuhi warga. Dia hanya dimanfaatkan oleh pencuri yang hanya ingin mencuri barang dari komplek kami saja. Setelah kejadian itu kami anak-anak komplek dan sebelah komplek kami menjadi sering berkumpul dirumah yang kami aggap rumah berhantu itu. Pohon besar di depan rumah akhirnya ditebang agar tidak ada kesan angker lagi. Pintu dan jendela rumah diperbaiki serta semak belukar disamping rumah itu juga telah dibersihkan. Didalam rumah itu terdapat ruangan yang didalamnya sangat banyak buku dan kakek itu sering membacakannya untuk kami.
Ternyata dia hanya seorang kakek tua yang tidak memiliki keluarga lagi. Dia ikut dengan para pencuri itu karena dipaksa dan jika tidak mau dia akan dihabisi. Kakinya yang puntung ternyata berawal dari sebuah kecelakaan yang menimpa dirinya dan keluarganya beberapa waktu lalu yang membuat dia harus kehilangan semua anggota keluarganya. Sekarang dia menjadi kakek komplek kami. Dia tidak mudah marah namun ramah terhadap kami dan memperlakukan kami dengan baik. Akhirnya kami Conan friendship berhasil menumpas satu kejahatan.  

Senin, 26 November 2018

Puisi Kehidupan Kristen


Rona-Rona Semu
Hari itu, aku duduk di etalase toko itu
Menatap kembali langkah yang telah kutempuh
Melayang bagaikan angin lalu                   
Menyerap asa yang dalam
            Aku mencoba memahami setiap bait yang telah kujumpai
            Namun ternyata aku tak bisa mengerti
            Hanya mampu melihat dan membacanya
            Meski air hujan menetes berduka
Goretan tinta yang kubuat
Menorehkan semangat perjuangan yang dulu sempat sirna
Dibakar panasnya matahari
Dirajam oleh tajamnya pisau kehidupan
Kutatap dengan pasti orang yang berjalan di depanku
Langkah berlomba tiada henti meskipun malam telah tiba
Matahari yang sungguh agung itu,
Perlahan hilang ditelan oleh keheningan malam
Beberapa terjerat dalam kehidupan
Waktu yang merenggut manisnya kehidupan
Mematahkan sisa keharmonisan
Terlukis pada akhir goresan
Semua yang kulihat semu, tiada arti
Semua berlomba demi meraih bintang kehidupan
Meninggalkan yang lemah terjerat itu
Jauh ditelan ketidaktahuannya